Senin, 02 Juli 2018

Otonomi Daerah 2


Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Penerapan otonomi daerah ditujukan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan masyarakat akar rumput, itulah idealnya aktualisasi dari otonomi daerah. Sebagaimana UU No.22/1999 tentang Daerah, yang lebih popular disebut UU Otonomi Daerah/Otda pada tahun 2001, dan telah diperbaharui dengan UU No.32/2004. UU ini merupakan tonggak baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah (UUPD) menjadi salah satu landasan yang mengatur tentang pelaksanaan otonomi daerah. Pemerintahan dari tingkat provinsi hingga kota/kabupaten diharapkan dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan rakyatnya. Kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur kegiatan ekonomi daerah dan pengelolaan sumber daya alam terus dilakukan perbaikan. Hingga sekarang kebijakan otonomi daerah memiliki pengaruh yang baik dalam perkembangan daerah di Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia terus berkembang dan memiliki kemandirian dalam pengembangan potensi daerah.

UU Ototnomi Daerah ini terlahir dari pandangan bahwa negara Indonesia (NKRI) yang mempunyai wilayah (kepulauan) sangat luas, lautan lebih luas dari daratan. Mustahil dikelola dengan baik melalui system pemerintahan yang sentralistik. Karena itu, diperlukan desentralisasi kekuasaan.

Dengan desentralisasi, diharapkan jarak antara rakyat dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat, baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan sesuai dengan hajat hidup rakyat. Artinya, pemerintah daerah yang pastinya lebih mengetahui kelemahan dan keunggulan daerahnya, baik dari sisi SDM dan SDA, dan pemerintah pusat diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang lebih efektif guna memakmurkan masyarakat.

UU Otonomi Daerah ini, Pemerintah Pusat memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan daerahnya secara lebih efektif, efisien dan partisipatif.

Pemerintah daerah harus berperan dengan aktif agar sasaran dari otonomi daerah dapat tercapai dengan baik. Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa ”bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Negara memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam dan mempergunakan untuk kemakmuran rakyat. Sumber daya alam yang baik tanpa di dukung oleh pengelolaan yang baik tentunya akan tidak maksimal. Kewenangan dalam otonomi daerah harus dipertajam agar tepat “di jantung” sasaran yang dituju. Kita berharap otonomi daerah tidak disalahgunakan dalam kewenangannya. Otonomi tanpa ada alur yang mengatur tentunya akan oleng ditengah jalan. Disinilah dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak agar hal ini dapat dilaksanakan dengan baik. Diantaranya masyarakat dan pemerintah daerah itu sendiri. Pemerintah daerah harus bersikap tranparan kepada masyarakat, begitu pula sebaliknya agar kebutuhan dari daerah tersebut dapat terwujudkan. Kebijakan pemerintah di tingkat provinsi harus mendukung sepenuhnya dalam pengelolaan sumber daya alam agar dimanfaatan untuk masyarakat sesuai dengan kebutuhan.

Pemerintah provinsi harus memahami hal ini. Pemerintah daerah harus berbenah agar pemanfaatan sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.  Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik tentunya ini akan menciptakan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang memadai tentunya akan mengurangi pengangguran, berkurangnya pengangguran tentunya akan mengurangi permasalahan sosial. Jika masyarakatnya sudah produktif maka percepatan pembangunan menuju kemandirian akan lebih mudah untuk dilakukan. Pemerintah daerah harus membimbing masyarakat dan memberikan program pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia.

Pendistribusian Hasil dari SDA dengan Kaitan UU no. 25 Tahun 1999

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaana APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana perimbangan ini ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.

Hal ini sejalan dengan tujuan pokok dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,   yaitu memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah ; menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab, dan berupaya mewuijudkan sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mendukung pelaksanaan otonomi daerah, mengurangi kesenjangan antara daerah dalam kemampuannya untuk membiayai tanggungjawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber keuangan daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.

Menyangkut soal dana perimbangan, ditetapkan atas dasar perhitungan prosentase tertentu dari seluruh realisasi penerimaan dalam negeri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 80, dana perimbangan terdiri dari :
·         Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea  perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber  daya alam
·         Dana Alokasi Umum
·         Dana Alokasi Khusus


Tidak ada komentar:

Posting Komentar